Komunikasi Produktif Pada Anak
Pengendalian Emosi
Masuk kuliah bunda sayang, bertepatan dengan bulan ramadhan, sepertinya pas sekali dengan temanya "pengendalian emosi"
Ramadhan tahun ini, dhanu (6 tahun) anak pertama kami mulai belajar berpuasa. Antara terharu, senang, dan was was campur aduk.
Kami sengaja membelikan kalender khusus ramadhan yang dilengkapi stiker, dan corak warna yang menarik agar dhanu semangat menjalankan ramadhan pertamanya.
Hari ini masuk hari ke 7 ramadhan, alhamdulilah dhanu sudah agak terbiasa, tidak seperti 3 hari awal ramadhan.
"Buk, ini jam berapa?"
"Puasanya masih lama ya?"
"Buk, mas dhanu lapar"
"Ini boleh dimakan buk?"
Pertanyaan-pertanyaan seputar itu yang selalu muncul hampir tiap jam, selain harus sabar menjawab, juga belajar menurunkan intonasi suara saya. Karena awal puasa kaum ibu pasti beradaptasi dengan rutinitas yang berbeda, memasak yang dipadatkan di jam-jam mendekati buka puasa, dibarengi dengan jam mandi anak-anak, dan sebagainya. Serta berusaha menjawab sebaik mungkin "pertanyaan-pertanyaan" yang muncul itu.
Daan.. diwaktu aktivitas padat itu..
...klontaaang!! Terdengar suara benda jatuh.
Spontan saya meninggi suara, "ada apa ya??" Dengan segera menuju asal suara.
Ternyata, dhanu menumpahkan setoples nastar.
"kenapa tadi kok bisa tumpah mas?" dengan tangan sibuk menjumputi nastar2.
"besuk lagi harus lebih hati-hati ya mas"
Tanpa saya sadari suara yang semakin meninggi, dan betapa menyesalnya saya, mendapati wajah dhanu yang merasa bersalah dan hampir menangis.
Astaqfirullah.. saya mengusap rambutnya dan melanjutkan kata-kata untuk lebih hati-hati dengan intonasi yang lebih lembut, pengertian2 bahwa jam sore ini ibu melakukan banyak aktifitas, menawarkan apakah mas dhanu mau membantu ibu? Dan dhanu pun mengangguk, memeluk saya dan berjanji untuk lebih berhati-hati.❤
#level1
#day1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kelasbunsayiip
Clear dan clarify
Pagi itu, suami kebetulan ada keperluan keluar rumah sebelum berangkat kerja dan posisi emak lagi rempong.. nyiapin keperluan anak sekolah, mandikan si kecil dan sebagainya.
Saya meminta tolong untuk kesediaanya membelikan tauge karena saya merencanakan menu berbuka dengan rawon. Sudah meracik2 bumbu tinggal taugenya yang ketinggalan beli.
Saya cuma bilang,"mas, kalau urusan sudah selesei tolong mampir ke mbak sayur ya, tolong belikan tauge".
Suami merespon dengan meringis saja, dalam hati saya tahu bahwa beliau agak sungkan dititipi seperti itu, tapi karena saya kasih senyuman yang paling manis dan kedip2 mata mengiba,akhirnya beliau menyanggupi, hehhehe.
Satu jam kemudian...
Dengan berlagak pahlawan, menyerahkan bungkusan plastik hitam, disertai senyuman manis...
Sambil berbinar2.. saya terima bungkusan itu. Laluuu..
Perlahan saya buka, jeng jeng jeeeeeng...
Waduh, tepuk jidat dah.. salah beliiii taugeee maakk.. kok ekornya panjang panjang gini..
Akhirnya saya tersadar, bahwa komunikasi yang kurang detail bisa mengakibatkan salah persepsi. Dan suami mengklarifi, bahwa setahu beliau tauge ya seperti itu, hanya satu macam saja 😂
Saya menjelaskan kalau tauge yang dibelinya dari kedelai, ekor lebih panjang dan cocoknya untuk bakwan. Dan yang saya maksud untuk bakal rawon adalah tauge dari kacang hijau.
Daann.. akhir cerita, sayapun masak bakwan tauge ekor panjang, rawonnya?? Ditunda dulu 😅
Alhamdulilah, heppy ending, bakwan tauge ekor panjang enak, laris manis 😍
#level1
#day1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kelasbunsayiip


Komentar
Posting Komentar